Lorem

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Ipsum

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Dolor

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.
 

Makna dalam Semantik

Minggu, 31 Maret 2013



PENGERTIAN MAKNA

                        Menurut pandangan Ferdinand de Sausure, makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut de Sausure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: Signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant, signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada suatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual).
                        Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Hari Murti , 1982 : 98  dalam Chaer 2007).Istilah lain yang lazim sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Hari Murti , 1982 : 76 dalam Chaer 2007) adalah istilah dalam bidang gramatikal. Perlu dipahami bahwa tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referensinya secara konkret.
            Para filsuf dan linguis mempersoalkan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (ujaran), pikiran, dan realitas di alam. Lahirnya teori tentang makna yang berkisar pada hubungan antara ujaran, pikiran, dan realitas di dunia nyata dimaksudkan untuk memberikan penyelesaian mengenai persoalan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa, pikiran, dan realitas di alam.
            Dalam hal semantik bahasa tidak mempengaruhi tentang makna kata, karena semua bahasa berisi hanya satu set kata yang terbatas. Jadi makna kata dapat diberikan dalam suatu daftar yang terbatas.
Ullman (1972) berpendapat,´Apabila seseorang memikirkan maksud suatu perkataan, sekaligus memikirkan rujukannya atau sebaliknya. Hubungan antara dua hal antara maksud dengan perkataan itulah lahir makna, oleh karena itu walaupun rujukan tetap, akan tetapi makna dan perkataan dapat berbeda.

JENIS MAKNA

Terdapat beberapa pendapat mengenai  jenis makna. Jenis makna menurut para ahli :

Abdul Chaer
Geoffrey Leech
Muhammad Mukhtar Umar
Makna Leksikal
Makna Tematik
Makna Dasar/Asasi
Makna Gramatikal
Makna Stilistik
Makna Tambahan
Makna Kontekstual
Makna Afektif
Makna Gaya Bahasa/Style
Makna Referensial
Makna Refleksi
Makna Nafsi
Makna Non-referensial
Makna Kolokatif
Makna Ihaa’i
Makna Denotatif
Makna Konseptual

Makna Konotatif
Makna Konotatif

Makna Konseptual


Makna Asosiatif


Makna Kata


Makna Istilah


Makna Idiom


Makna Pribahasa



Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis makna tersebut, khususnya Makna Lesikal, Gramatikal, dan Kontekstual.

1.      Makna Leksikal, Grammatikal, dan Kontekstual
a.    Makna leksikal
                        makna lesikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal ‘ sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; pinsil bermakna leksikal ‘ sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan air bermakna leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’. Jadi, dengan adanya contoh di atas dapat dikatakan juga bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil  observasi indera kita, atau makna apa adanya. Makna leksikal juga merupakan  makna yang  ada dalam  kamus karena kamus-kamus dasar biasanya hanya  memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata yang dijelaskannya.
Makna leksikal atau makna semantik, atau makna eksternal juga merupakan makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. “Makna leksikal ini dipunyai unsur bahasa-bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Harimurti, 1982: 103). Veerhar (1983; 9) berkata, “………sebuah kamus merupakan contoh yang tepat dari semantik leksikal: makna tiap-tiap kata diuraikan di situ” (Mansoer Pateda, R, 2002: 119).

b.   Makna Gramatikal
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti  afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘ mengenakan  atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘ melakukan  rekreasi’. Contoh lain, proses komposisi dasar sate dengan  dasar  ayam melahirkan makna  gramatikal ‘bahan’;  dengan dasar  madura melahirkan makna gramatikal ‘ asal’; dengan dasar lontong melahirkan  makna  gramatikal ‘  bercampur’; dan dengan  kata Pak Kumis melahirkan makna gramatikal ‘buatan’. Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal; adik  bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’.  

c.    Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah  makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Contoh makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:
1.      Rambut di kepala nenek belum ada yang putih. 
2.      Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
3.      Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
4.      Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Contoh:
Tiga kali empat berapa?
Jika dilontarkan di kelas tiga SD sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung, tentu akan dijawab “dua belas”. Kalau dijawab lain, maka jawaban itu pasti salah. Namun, kalau pertanyaan itu dilontarkan pada tukang foto di tokonya atau di tempat kerjanya, maka pertanyaan itu mungkin akan dijawab “dua ratus”, atau mungkin juga “tiga ratus”, atau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa begitu, sebab pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang berukuran tiga kali empat centimeter.



KESIMPULAN
Makna bahasa itu bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan manusia dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga melahirkan berbagai konsep tentang jenis-jenis makna yang mencakup makna dasar, tambahan, gaya bahasa, nafsi, ihaa’i, konotatif, stilistika, afektif, refleksi, koloaktif, konseptual, tematik, leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial, non-referensial, denotatif, konotatif, asosiatif, makana kata, makna istilah, idiom, dan peribahasa.



Referensi
Chaer, Abdul. 2007. Lingustik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009.Pengantar Semantik Bahasa Imdonesia. Jakarta; Rineka Cipta
Abdul Chaer, Linguistik Umum, 1994, (Jakarta: Rineka Cipta), hal. 289-297.
R, Mansoer Pateda. 2010. Semantik leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Muhammad Mukhtar Umar, Ilmu Al-Dilalah, hal. 36-41
Wahab, Abdul.1995.Teori Semantik. Surabaya; Airlangga
Leech,Geoffrey.2003.Semantik.Yogyakarta; Pustaka Pelajar
Parera, J.D.2004.Teori Semantik. Jakarta; Erlangga
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.

Gaya Bahasa



JENIS-JENIS GAYA BAHASA.

Dilihat dari pengertiannya Gaya bahasa dapat ditinjau dari dari bermacam-macam sudut pandang. Oleh sebab itu, diperlukan kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak sehingga pandangan atau pendapat mengenai Gaya Bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dari segi Non bahasa dan Segi Bahasa.

A . Segi Non Bahasa
Dilihat dari segi non bahasa Gaya Bahasa sebagai hasil dari bermacam-macam unsur sebagai berikut :
A.1 . Berdasarkan Pengarang
Gaya yang disebut sesuai dengan nama pengarang dkenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikutnya, sehingga dapat membentuk sebuah aliran. Kita mengenal gaya khairil, gaya takdir, dan sebagainya.

A.2 . Berdasarkan Massa
Gaya bahasa yang didasarkan pada massa dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya : ada gaya lama, klasik, gaya sastra moderen, dan sebagainya.

A.3 . Berdasarkan Medium
Yang dimaksud dengan medium adalah bahasa dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa, karena struktur dan situasi sosial pemakaiannya, dapat memiliki corak tersendiri. Sebuah karya yang ditulis dalam bahasa jerman akan memiliki gaya yang berlainan, bla ditulis dalam bahasa indonesia, prancis, atau jepang. Dengan demikian kita mengenal gaya jerman, inggris, prancis, indonesia, dan sebagainya.

A.4 . Berdasarkan Subjek
Subjek yang memiliki pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Berdasarkan hal ini kita dapat mengenal gaya : filsafat, ilmiah (hukum, teknik, sastra,dan sebagainya), populer, ditaktik, dan sebagainya.

A.5 . Berdasarkan Tempat
Gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis karena ciri-ciri kedaerahannya mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Ada gaya jakarta, gaya jogja, gaya medan, ujung pandang, dan sebagainya.

A.6 . Berdasarkan Hadirin
Seperti halnya dengan subyek, maka hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang. Ada gaya populer atau gaya demagog yang cocok untuk rakyat banyak. Ada gaya sopan yang cocok untuk lingkungan istana atau lingkungan yang terhormat. Ada pula gaya intim (familiar) yang cocok untuk lingkungan keluarga atau untuk orang yang akrab.

A.7 . Berdasarkan Tujuan
gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, dimana pengarang ngin mencurahkan gejolah imotifnya. Ada gaya sentimental, ada gaya sarkastik, gaya diplomatis, gaya agung atau luhur, gaya teknis, dan gaya humor.

B . Segi Bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur Bahasa ddapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan dengan jenis-jenis bahasa sebagai berikut :

B.1 . Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata.
Berdasarkan pilihan kata, Gaya bahasa mempersoalkan kata manan yang paling tepat dan sesuai untuk proposisi-proposisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakain bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Dalam bahasa standar (bahasas baku) dapatlah dibedakan :
B.1.a . Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Contohnya bahsa dalam pidato kepresidenan.

B.1.b . Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Gaya ini biasanya digunakan dalam karya tulis, buku pegangan, artike;, dan sebagainya.

B.1.c . Gaya Bahasa Percakapan.
Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata yang populer dan kata-kata percakapan. Namun disini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis, yang bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini.

B.2 . Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya Bahasa berdasarkan Nada didasarkan pada sugesti-sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sugerti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, apabila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan.
Karena nda itu lahir dari rangkaian kata-kata, sedangkan rangkaian kata-kata itu tunduk pada kaida-kaidah sintaksis yang berlaku. Degan demikian Gaya bahasa dapat dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana yaitu sebagai berikut :
B.2.a . Gaya Sederhana
Gaya ini sangat cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. Sebab itu untuk memp[ergunakan gaya ini secara efektif, penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup.

B.2.b . Gaya Mulia Dan Bertenaga
Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan energi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Tidak hanya menggunakan tenaga tetapi dapat juga menggunakan nada keanggunan dan kemuliaan.

B.2.c . Gaya Menengah.
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana tenang dan damai, karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya pun juga bersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat.

B.3 . Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa, yang dimaksud dengan struktur kalimat disini adalah kalimat bagaimana sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut.
Berdasarkan dengan sifatnya periodik, kalimat yang bersifat kendur, dan kalimat yang bersifat berimbang.

Dari ketiga macam struktur kalimat diatas maka dapat di peroleh gaya bahasa sebagai berikut :
B.3.a . Klimaks
Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan fikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan sebelumnya.
Contoh : kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman harapan

B.3.b . Antiklimaks
Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasannya diurutkan dari yang terpenting ke gagasan yang kurang penting.
Contoh : pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di Ibu kota negara, ibu kota-ibu kota provinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa diseluruh Indonesia.

B.3.c . Paralelisme
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran itu juga dapat berbentuk anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama.
Contoh : baik golongan yang tinggi maupun yang rendah, harus diadili kalau bersalah.

B.3.d . Antitesis
Anitesis adalah sebuah gaya bahasa yang menandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Contoh : mereka sudah kehilangan banyak dari harta bendanya, tetapi mereka juga telah banyak memperoleh keuntungan daripadanya.

B.3.e . Repetesi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Contoh : atau maukah kau pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoak-kecoak, pergi bersama mereka menyusupi tanah, menyusupi alam?

B.4 . Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna.
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan.
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai trope atau figure of speech..
Gaya bahasa yang disebut trope atau figure of speech dalam uraian ini dibagi atas dua kelompok yaitu :

B.4.a . Gaya Bahasa Retoris.
Macam-macam Gaya bahasa retoris yaitu sebagai berikut :

a. Aliterasi
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan, contoh : keras-keras kerak kena air lembut juga.

b. Asonansi
asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan. Contoh : kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.

c. Anastrof
anostrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Contoh : pergilah ia meninggalkan kami meliaht perangainya. Bersorak-sorak orang ditepi jalan memukul bermacam-macam bunyi-bunyian melalui gerbang dihiasi bunga dan panji berkibar.

d. Apofasis atau Preterisio
Apofasis atau Preterisio merupakan sebuah gaya dimana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Contoh : saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

e. Apostrof
apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir seperti orang-orang yang telah meninggal, atau kepada sesuatu objek yang abstrak. Contoh : hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu pembebasan.

f. Asindeton
asindeton adalah gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat dimana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Contoh : dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.

g. Polisindeton
polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asideton. Beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung. Contoh : dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya?

h. Kiasmus
kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa yang ada. Contoh : semua sebaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu.

i. Elipsis
elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Contoh : masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis...

j. Eufe mismus
euremismus artinya mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik yang berarti tidak menyinggung perasaan orang lain. Contoh : ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (=mati)

k. Litotes
litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.contoh : kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali

l. Histeron Proteron
Histeron Proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau ebalikan dari sesuatu yang wajar. Contoh : jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat berteduh dengan tenang.

m. Plenasma dan Tautologi
Plenasma dan Tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Contoh :
Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri
saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.
Darah yang merah itu melimuri seluruh tubuhnya.
Ungkapan diatas adalah pleonasme, karena semua acuan itu tetap utuh dengan makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata : dengan telinga saya, dengan mata kepala saya, dan yang merah itu.

n. Perifrasis
perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Contoh : ia telah beristirahat dengan damai (=meninggal)

o. Prolepsisi atau Antisipasi
Prolepsisi atau Antisipasi adalah semacam gaya bahasa dimana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Contoh: almarhum Pardi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tida mengenal orang itu.

p. Erotesis atau Pertanyaan retoris
Erotesis atau Pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar,dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.contoh : terlalu banyak komisi dan oerantara yang masing-masing menghendaki pula imbalan jasa. Herankah saudara kalau harga-harga sudah terlalu tinggi?

q. Silepsis dan Zeugmen
Silepsis dan Zeugmen adalah gaya dimana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. contoh : ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.

r. Koreksio atau Epanortosis
Koreksio atau Epanortosis adalah suatu gaya bahasa yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudia memperbaikinya. Contoh :sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.

s. Hiperbol
hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal. Contoh : kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.

t. Paradoks
paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Contoh : musuh sering merupakan kawan yang akrab

u. Oksimoron
oksimoron adalah suatu acuan yang  berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Contoh : keramah-tamahan yang bengis.


B.4.b . Gaya Bahasa Kiasan
Macam-macam gaya bahasa kiasan yaitu sebagai berikut :

a. Persamaan atau Smile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Maksudnya ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Contoh : kikirnya sama kepiting batu

b. Metafora
metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Contoh : pemuda adalah seperti bunga bangsa---- pemuda adalah bunga bangsa, pemuda----bunga bangsa

c. Alegori, Parabel,dan Fabel
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan.
Parabel adalah suatu singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral
Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, dimana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-seolah manusia.

d. Personifikasi atau Prosopopoeia
Personifikasi atau Prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanuasiaan. Contoh : angin yang meraung ditengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

e. Alusi
alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestijan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra terkenal. Contoh : kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya

f. Eponim
Eponim adalah suatu gaya dimana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat-sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Contoh : hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan ; Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

g. Epitet
Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Contoh : lonceng pagi untuk ayam jantan

h. Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata yunani yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Contoh : setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-

i. Metonimia
metonimia adalah suatu gaya bahsa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Contoh : saya minum satu gelas, ia dua gelas.

j. Antonomasia
Antonomasia adalah merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epitela untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi. Contoh : yang mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

k. Hipalase
Hipalase adalah semacam gaya bahasa dimana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Contoh : iaberbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya)

l. Ironi, Sinisme, Dan Sarkosme
ironi atau sindiran suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud yang berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Contoh : tidak diragukan lagi bahwa andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!
sinisme adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh : tidak diragukan lagi bahwa andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!
Sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Contoh : mulut kau harimau kau

m. Sutire
satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Sutire mangandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agardiadakan perbaikan secara etis maupun estetis.

n. Inuendo
inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Contoh : setiap kali ada pesta, pati ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.

o. Antifrasis
antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan dan sebagainya. Contoh : lihatlah sang raksasa telah tiba (maksudnya si cebol)

p. Pun atau Paranomasia
Pun atau Paranomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya. Contoh :  engkau orang kaya! Ya, kaya monyet!.






Referensi
Keraf, Gorys.2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka   Utama
Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna. 2009. Stilistika : Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Keraf, Gorys.2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka   Utama
Keraf, Gorys. Tatabahasa Indonesia. Ende : Nusa Indah, 1980
Muljana, Slamet. Kaidah Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah, 1969
Badrun, Drs. Ahmad, Pengantar Ilmu Sastra (Teori Sastra), Usaha Nasional-Surabaya, Tahun Akademik 2009 / 2010.
Ali, Lukman,ed. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru. Jakarta : Gunung Agung, 1967
Chaer, Abdul. 1988. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Bhratara Karya Aksara
Ramlan, M. 1985. Penggolongan Kata. Yogyakarta : Andi offset
Muljana, Slamet. 1964. Semantik. Djakarta. Djambatan


Lorem

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Ipsum

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Dolor

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.